Selasa, 06 November 2012

Perkembangan Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia


Perkembangan Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia

Yupa inscription in National Museum of Indones...
Salah Satu inskripsi Yupa
* Kerajaan Kutai
Kerajaan tertua bercorak Hindu di Indonesia adalah kerajaan Kutai. Kerajaan ini terletak di Kalimantan, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menggambarkan kerajaan tersebut. Tujuh buah yupa merupakan sumber utama bagi para ahli untuk menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai. Dari salah satu yupa tersebut, diketahui bahwa raja yang memerintah Kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman.
Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kudungga, Nama Mulawarman dan Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa Sansekerta. Putra Kudungga, Aswawarman, kemungkinan adalah raja pertama kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang artinya pembentuk Keluarga.
Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa, diketahui bahwa pada masa pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi hamper seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur.
*Kerajaan Tarumanegara
Sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara diperoleh dari prasasti-prasasti yang berhasil ditemukan. Namun, tulisan pada beberapa prasati, seperti pada Prasati Muara Cianten dan Prasasti Pasir Awi sampai saat ini belum dapat diartikan. Banyak informasi berhasil diperoleh dari tulisan pada kelima prasasti lainnya, terutama Prasasti Tugu yang merupakan prasasti terpanjang, Tujuh prasasti dari kerajaan Tarumanegara adalah: Prasasti Ciaruteun, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Jambu, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Tugu, Prasasti Pasir Awi, dan Prasasti Munjul.
Sumber sejarah penting lain yang dapat menjadi bukti keberadaan kerajaan Tarumanegara adalah catatan sejarah pengelana Cina. Catatan sejarah pengelana Cina yang menyebutkan keberadaan Kerajaan Tarumanegara adalah catatan perjalanan pendeta Cina Fa-Hsein, pada tahun414 dan catatan kerajaan Dinasti Sui dan Dinasti Tang. Dari salah satu prasasti, yakniPrasati Ciaruteun yang ditemukan di Desa Ciampea, Bogor, diketahui bahwa Purnawarman dikenal sebagai raja yang gagah berani. Data sejarah yang lebih jelas, terdapat pada Prasasti Tugu. Pada prasasti yang panjang ini, dikatakan bahwa pada tahun pemerintahannya yang ke-22, Purnawarman telah menggali Sungai Gomati. Dari prasati tersebut, dapat disimpulkan bahwa Purnawarman memerintah dalam waktu yang cukup lama.
* Kerajaan Melayu
Kerajaan-kerajaan Buddha di Sumatra muncul pada sekitar abad ke-6 dan ke-7. Sejarah mencatat ada dua kerajaan bercorak Buddha di Sumatra, yaitu Kerajaan Melayu dan Kerajaan Sriwijaya. Nama kerajaan Sriwijaya selanjutnya mendominasi hamper seluruh informasi tentang kerajaan dari Sumatra pada abad ke -7 hingga ke-11. Kerajaan Melayu merupakan salah satu kerajaan tertua di Indonesia. Berdasarkan bukti-bukti sejarah yang bias ditemukan, Kerajaan Melayu diperkirakan berpusat di daerah Jambi, tepatnya di tepi alur Sungai Batanghari. Di sepanjang alur Sungai Batanghari ditemukan banyak peninggalan berupa candi dan arca.
Sumber sejarah lain yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk keberadaan Kerajaan Melayu adalah catatan dari seorang pengelana dari Cina yang bernama I-Tsing (671-695). Ia menyebutkan bahwa pada abad ke-7 terdapat sebuah kerajaan bernama Kerajaan Melayu yang secara politik dimasukkan ke dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. Dari cerita I-Tsing, diketahui bahwa Kerajaan Melayu terletak ke dalam Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan terdekat antara India dan Cina. Menurut Kitab Negarakertagama, pada tahun 1275, Raja Kertanegara dari kerajaan di Jawa mengadakan ekspedisi penaklukan ke Sumatra. Ekspedisi tersebut disebut ekspedisi Pamalayu.
Setelah cukup lama di bawah kekuasaan Sriwijaya, Kerajaan Melayu muncul kembali sebagai pusat kekuasaan di Sumatra. Pada abad 17, adityawarman, putra Adwayawarman memerintah Kerajaan Melayu. Adityawarman memerintah hingga tahun 1375. Kemudian, digantikan oleh anaknya Anangwarman.
* Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya yang muncul pada abad ke-6, pada mulanya berpusat di sekitar Sungai Batanghari, pantai timur Sumatra. Pada perkembangannya, wilayah kerajaan Sriwijaya meluas hingga meliputi wilayah Kerajaan Melayu, Semenanjung Malaya, dan Sunda (kini wilayah Jawa Barat). Catatan mengenai kerajaan-kerajaan di Sumatra didapat dari seorang pendeta Buddha bernama I-Tsing yang pernah tinggal di Sriwijaya antara tahun 685-689 M. Pada tahun 692, ketika I-Tsing, bias disimpilkan bahwa Sriwijaya telah menaklukan dan menguasai kerajaan-kerajaan disekitarnya.
Dari Prasasti Kedukan Bukit (683), dapat diketahui bahwa Raja Dapunta Hyang berhasil memperluas wilayah kekuasaannya dengan menaklukan daerah Minangatamwan, Jambi. Daerah Jambi sebelumnya adalah wilayah kerajaan Melayu. Daerah itu merupakan wilayah taklukan pertama Kerajaan Sriwijaya. Dengan dikuasainya wilayah Jambi, Kerajaan Sriwijaya memulai peranannya sebagai kerajaan maritim dan perdagangan yang kuat dan berpengaruh di Selat Malaka. Ekspansi wilayah Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 menuju ke arah selatan dan meliputi daerah perdagangan Jawa di Selat Sunda.
Kerajaan Sriwijaya mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Raja Balaputradewa. Pada masa itu, kegiatan perdagangan luar negeri ditunjang juga dengan penaklukan wilayah-wilayah sekitar. Sepanjang abad ke-8, wilayah Kerajaan Sriwijaya meluas kea rah utara dengan menguasai Semenanjung Malaya dan daerah perdagangan di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. Sejarah tentang Raja Balaputradewa dimuat dalam dua prasasti, yaitu Prasasti Nalanda dan Prasasti Ligor.
Raja kerajaan Sriwijaya yang terakhir adalah Sri Sanggrama Wijayatunggawarman. Pada masa pemerintahan Sri Sanggrama Wijayatunggawarman, hubungan Kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Chola dari India yang semula sangat erat mulai renggang. Hal itu disebabkan oleh seranggan yang dilancarkan Kerajaan Chola di bawah pimpinan Rajendracoladewa atas wilayah Sriwijaya di semenanjung Malaya. Serangan-serangan tersebut menyebabkan kemunduran kerajaan Sriwijaya.
* Kerajaan Mataram Kuno
Di wilayah Jawa Tengah, pada sekitar abad ke-8, perkembangan sebuah Kerajaan Mataram Kuno. Pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno disebut Bhumi Mataram yang terletak di pedalaman Jawa Tengah. Daerah tersebut memiliki banyak pegunungan dan sungai seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, dan Bengawan Solo. Pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno juga sempat berpindah ke Jawa Timur. Perpindahan Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur disebabkan oleh dua hal.
1. Selama abad ke-7 sampai ke-9, terjadi serangan-serangan dari Sriwijawa ke Kerajaan Mataram Kuno. Besarnya pengaruh Kerajaan Sriwijaya itu menyebabkan Kerajaan Mataram Kuno semakin terdesak ke wilayah timur.
2. Terjadinya Letusan Gunung Merapi yang dianggap sebagai tanda pralaya atau kehancuran dunia. Kemudian, letak kerajaan di Jawa Tengah dianggap tidak layak lagi untuk ditempati.
Dinasti Sanjaya
Prasasti Canggal yang ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir memberikan gambaran yang cukup jelas tentang kehidupan politik Kerajaan Mataram Kuno. Prasasti ini bertuliskan tahun654 Saka atau 732, ditulis dengan huruf Palawa yang menggunakan bahasa Sansekerta. Kerajaan Mataram Kuno didirikan oleh Raja Sanna. Raja Sanna kemudian digantikan oleh keponakannya Sanjaya. Masa pemerintahan Sanna dan Sanjaya dapat kita ketahui dari deskripsi kitab Carita Parahyangan. Dalam prasasti lain, yaitu Prasasti Balitung, Raja Sanjaya dianggap sebagai pendiri Dinasti Sanjaya, penguasa Mataram Kuno.
Sanjaya dinobatkan sebagai raja pada tahun 717 dengan gelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Kedududkan Sanjaya sangat kuat dan berhasil menyejahterakan rakyat Kerajaan Mataram Kuno. Sanjaya menyebarkan pengaruh Hindu di pulau Jawa. Hal ini ditempuh dengan cara mengundang pendeta-pendeta Hindu untuk mengajar di Kerajaan Mataram Kuno. Raja Sanjaya juga mulai pembangunan kuil-kuil pemujaan berbentuk candi. Stelah Raja Sanjaya meninggal, Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh putranya yang bernama Rakai Panangkaran.
Raja Rakai Panangkaran banyak mendirikan candi, seperti Candi Sewu, Candi Plaosan dan Candi Kalasan. Dari bukti-bukti tersebut, diketahui bahwa Raja Rakai Panangkaran beragama Buddha. Raja Mataram Kuno setelah Rakai Panangkaran berturut-turut adalah Rakai Warak dan Rakai Garung. Raja Mataram Kuno selanjutnya adalah Rakai Pikatan. Persaingan dengan Dinasti Syilendra yang waktu itu diperintahkan oleh Raja Samaratungga dianggap menghalangi cita-citanya untuk menjadi Penguasa tunggal di Pulau Jawa.
Pada abad ke-9 terjadi penggabungan kedua dinasti tersebut melalui pernikahan politik antara Rakai Pikatan dari keluarga Sanjaya dengan Pramodawardhani (Putri Raja Samaratungga), dari keluarga Syailendra. Namun, perkawinan antara Rakai Pikatan dengan Pramodawardhani tidak berjalan lancer. Setelah Samaratungga wafat, Kekuasaan beralih kepada Balaputradewa yang merupakan adik tiri dari Pramodawardhani. Menurut beberapa Prasasti, seperti Prasasti Ratu Boko (856), menunjukkan telah terjadinya perang saudara antara Rakai Pikatan dengan Balaputradewa.
Balaputradewa mengalami kekalahan dan melarikan diri ke Swarnadwipa(Sumatra). Ia kemudian berkuasa sebagai raja, mengantikan kakeknya di kerajaan Sriwijaya. Hal ini dapat dapat diketahu dari Prasasti Nalanda (India), yang menyatakan bahwa Raja Deewapaladewa dari Bengala menghadiahkan sebidang tanah kepada Raja Balaputradewa dari Swarnadwipa untuk membagun sebuah biara.
Setelah Balaputradewa dikalahkan, wilayah Kerajaan Mataram Kuno menjadi semakin luas kearah selatan (sekarang yogyakarta). Daerah ini dahulunya adalah wilayah Dinasti Syailendra. Rakai Pikatan mengusahakan agar rakyat dinasti Sanjaya dan Syailndra dapat hidup rukun. Pada masa ini, dibangun kuil pemujaan berbentuk candi, Seperti Candi Prambanan. Menurut Prasasti Siwagraha, Rakai Pikatan dan raja-raja Mataram Kuno berikutnya masih tetap menganut agama Hindu Siwa.
Berdasarkan Prasasti Balitung, setelah Rakai Pikatan wafat, kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Rakai Kayuwangi dibantu oleh sebuah dewan penasehat yang juga jd pelaksana pemerintahan. Dewan yang terdiri atas lima patih yang dipimpin oleh seorang mahapatih ini sangat penting perananya. Raja Mataram selanjutnya adalah Rakai Watuhumalang. Raja Mataram Kuno yang diketahui kemudian adalah Dyah Balitung yang bergelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Maha Dambhu adalah Raja Mataram Kuno yang sngat terkenal. Raja Balitung berhasil menyatukan kembali Kerajaan Mataram Kuno dari ancaman perpecahan.
Dimasa pemerintahannya, Raja Balitung menyempurnakan struktur pemerintahan dengan menambah susunan hierarki. Bawahan Raja Mataram terdiri atas tiga pejabat penting, yaitu Rakryan I Hino sebagai tangan kanan raja yang didampingi oleh dua pejabat lainnya. Rakryan I Halu,dan Rakryan I Sirikan Struktur tiga pejabat itu menjadi warisan yang terus digunakan oleh kerajaan-kerajaan Hindu berikutnya, seperti Kerajaan Singasari dan Majapahit.
Selain struktur pemerintahan baru, Raja Balitung juga menulis Prasasti Balitung. Prasasti yang juga dikenal sebagai Prasasti Mantyasih ini adalah prasasti pertama di Kerajaan Mataram Kuno yang memuat silsilah pemerintahan Dinasti Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno. Setelah Raja Balitung wafat pada tahun 910, Kerajaan Mataram Kuno masih mengalami pemerintahan tiga raja sebelum akhirnya pusat kerajaan pindah ke Jawa Timur. Sri Maharaja Daksa, yang pada masa pemerintahan Raja Balitung menjabat Rakryan i Hino, tidak lama memerintah Kerajaan Mataram Kuno. Penggantinya, Sri Maharaja Tulodhong juga mengalami nasib serupa.
Dibawah pimpinan Sri Maharaja Rakai Wawa. Kerajaan Mataram Kuno dilanda kekacauan dari dalam, yang membuat kacau ibu kota. Sementara itu, kekuatan ekonomi dan politik Kerajaan Sriwijaya makin mendesak kedudukan Mataram di Jawa. Pada masa itu, wilayah kerajaan mataram kuno juga dilanda oleh bencana letusan Gunung Merapi yang sangat membahayakan ibu kota kerajaan. Seluruh masalah ini tidak dapat diselesaikan oleh Rakai Wawa. Ia wafat secara mendadak. Kedudukannya kemudian digantikan oleh Mpu Sindok yang waktu itu menjadi Rakryan i Hino.
Dinasti Syailendra
Dinasti Syailendra berkuasa didaerah Begelan dan Yogyakarta pada pertengahan abad ke-8. Beberapa sumber sejarah tentang Dinasti Syailendra yang berhasil ditemukan, antara lain prasasti Kalasan, Kelurak, Ratu Boko, dan Nalanda. Prasasti Kalasan (778), menyebutkan nama Rakai Panangkaran yang diperintahkan oleh Raja Wisnu, penguasa Dinasti Syailendra, untuk mendirikan sebuah bangunan suci bagi Dewi Tara dan sebuah vihara bagi para pendeta. Rakai Panangkaran kemudian memberikan Desa Kalasan kepada Sanggha Buddha. Prasasti Ratu Boko (856), menyebutkan Raja Balaputradewa kalah dalam perang saudara melawan kakaknya, yaitu Pramodhawardani. Kemudian, ia melarikan diri ke Kerajaan Sriwijaya. Prasasti Nalanda (860), menyebutkan asal usul Raja Balaputradewa. Disebutkan bahwa Raja Balaputradewa adalah putra dari Raja Samaratungga dan cucu dari Raja Indra.
Pada abad ke-8, Dinasti Sanjaya yang memerintah KerajaanMataram Kuno mulai terdesak oleh dinasti Syailendra. Hal itu kita ketahui dari prasasti Kalasan yang menyebutkan bahwa Rakai Panangkaran dari keluarga Sanjaya diperintah oleh Raja Wisnu untuk mendirikan Candi Kalasan, sebuah candi Buddha. Dinasti Syailendra muncul dalam sejarah Kerajaan Mataram Kuno tidak lebih dari satu abad. Pengaruh Dinasti Syailendra terhadap kerajaan Sriwijaya juga semakin kuat karena Raja Indra menjalankan strategi perkawinan politik. Raja Indra mengawinkan putranya yang bernama Samaratungga dengan salah seorang putri Raja Sriwijaya.
Pengganti Raja Indra adalah Raja Samaratungga. Pada masa kekuasaannya, dibangun Candi Borobudur. Namun, sebelum Candi tersebut selesai dibangun, Raja Samaratungga meninggal dunia, dalam sebuah perang saudara. Balaputradewa kemudian melarikan diri ke Kerajaan Sriwijaya dan menjadi raja disana.
* Kerajaan Medang Kemulan
Kerajaan Medang kemulan diperkirakan terletak di Jawa Timur, tepatnya di muara Sungai Brantas. Ibu kota Medang Kemulan adalah Watan Mas. Kerajaan ini didirikan oleh Mpu Sindok, setelah ia memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Pada awalnya, wilayah kekuasaan Kerajaan Medang Kemulan mencakup daerah Nganjuk, Pasuruan, Surabaya, dan Malang.
Prasasti yang menyebutkan keberadaan Kerajaan Medang Kemulan, antara lain adalah Prasasti Mpu Sindok dan Prasasti Kalkuta. Prasasti Mpu Sindok ditemukan di Tangeran, Bangil, dan Nganjuk. Prasasti bertahun 933 yang ditemukan di Tangeran, Jombang, menyebutkan bahwa Raja Mpu Sindok memerintah Kerajaan Medang Kemulan bersama permaisurinya Sri Wardhani Mpu Kebi. Selain Prasasti Mpu Sindok, sumber sejarah yang lain adalah Prasasti Kalkuta.
Prasasti bertahun 951 M ini berasal dari Raja Airlangga yang menyebutkan silsilah keturunan raja-raja dari Raja Mpu Sindok. Dari beberapa sumber yang ditemukan, diketahui bahwa sebelum menjadi raja, Mpu Sindok pernah memangku jabatan sebagai Rakai Halu dan Rakai Mapatih i Hino pada kerajaan Mataram. Mpu Sindok memerintah Kerajaan Medang Kemulan dari tahun 929 hingga 948. Mpu Sindok memerintah bersama permaisuri yang bernama Mpu Kebi, yang bergelar Sri Prameswari Wardhani Mpu Kebi. Nama permaisuri Mpu Kebi atau Dyah kebi ini dapat ditemukan dalam Prasasti Cunggrang dan Prasasti Geweg.
Dari Prasasti Pucangan, kita memperoleh keterangan tentang para pengganti Mpu Sindok. Pengganti Mpu Sindok yang terkenal adalah Sri Dharmawangsa dengan gelar Teguh Anantawikramattanggadewa. Dari prasasti ini di ketahui bahwa pada tahun 1016 Kerajaan Medang Kemulan diserang oleh Kerajaan Wurawari dan Waram. Pulau Jawa digambarkan mengalami sebuah pralaya (tragedy) yang menyebabkan banyak orang yang meninggal, termasuk Sri Maharaja Dharmawangsa. Dalam peristiwa itu, Airlangga (menantu Dharmawangsa) berhasil melarikan diri ke hutan Wonogiri bersama pengawalnya, Narottama. Mereka hidup bersama dengan para pertapa selama hamper dua tahun sampai akhirnya Airlangga berhasil menguasasi Kerajaan Medang Kemulan kembali pada tahun 1019.
Pada tahun 1029, Airlangga berhasil mengalahkan Raja Wishnupraba dari Waratan. Setahun Kemudian, Raja Wengker berhasil ditaklukannya. Akhirnya, pada tahun 1032, Raja Wurawari yang dulu menghancurkan Dharmawangsa berhasil dikalahkan. Setelah musuh-musuhnys dikalahkan, Airlangga mulai menata negaranya. Ia dibantu oleh Narottama yang diberi gelar Rakryan Kanuruhan. Airlangga kemudian mengangkat putrinya yang bernama Sanggraman Wijayatunggadewi menjadi Rakryan Mahamantri i Hino untuk menjadi raja. Namun, rupanya sang putrid tidak berambisi menjadi raja dan memilih menjadi pertapa.
Dengan mundurnya putri mahkota, pada tahun 1044, Airlangga memutuskan untuk membagi kerajaan menjadi dua. Kedua kerajaan ini masing-masing dipimpin oleh dua putranya. Hal itu dilakukan Raja Airlangga untuk mencegah terjadinya perang saudara. Dengan bantuan seorang Brahmana bernama Mpu Bharada, Kerajaan Medang Kemulan dibagi dua. Kerajan Jenggala (yang berarti hutan) dan Kerajaan Panjalu (Kediri). Jenggala beribu kota di Kahuripan dan Panjalu beribukota di Daha.
* Kerajaan Kediri
Raja Sri Jayawarsha merupakan raja pertama Kerajaan Kediri. Raja yang bergelar Sri Jayawarsha Digjaya Shastra Prabhu ini mengaku dirinya sebagai titisan Dewa Wisnu seperti Airlangga. Raja kerajaan kediri selanjutnya adalah Bameswara. Bameswara bergelar Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Kameshwara Sakalabhuwanatushtikarana Sarwwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayatunggadewa. Dalam kitab Kakawin Smaradahana, karangan Mpu Dharmaja, diceritakan bahwa Raja Bameswara adalah keturunan pendiri Dinasti Isyana yang menikah dengan Chandra Kirana, putrid Jayabhaya.
Jayabhaya bergelar Sri Maharaja Sri Warmmeswara Madhusudanawataranindita Suhrtsingha Parkrama Digjayotunggadewa Jayabhayalanchana. Pada masa pemerintahan Jayabhaya, terjadi perang saudara ini diabadikan dalam bentuk Kakawin Bharatayuddha yang ditulis oleh Mpu Sedah dan Mpu Punuluh. Jayabhaya berhasil memenangkan perang saudara tersebut sehingga wilayah Kediri berhasil disatukan lagi dengan wilayah Jenggala. Peristiwa kemenangan ini diabadikan dalam Prasasti Ngantang. Pengganti Jayabhaya yaitu Sarweswara dari Aryyeswara, tidak banyak diketahui. Raja berikutnya adalah Gandra. Pada masa pemerintahannya, Gandra menyempurnakan struktur pemerintahan yang diwariskan Kerajaan Medang Kamulan.
Para pejabat diberi gelar tertentu dengan nama-nama hewan, seperti Gajah atau Kebo. Penggunaan nama-nama tersebut menjadi tanda pengenal kepangkatan tertentu di Kerajaan Kediri. Setelah Gandra, pemerintahan Kerajaan Kediri dipimpin oleh Raja Kameshwara. Pemerintahan Kameshwara ditandai dengan pesatnya hasil karya sastra Jawa. Pada masa pemerintahannya, cerita-cerita panji atau kepehlawanan banyak dihasilkan seperti juga bentu cerita kakawin.
Raja kerajaan Kediri berikutnya adalah Kertajaya atau Srengga. Pada masa pemerintahannya, Kediri mulai mengalami masalah dan ketidakstabilan. Hal ini karena Kertajaya berusaha membatasi dan mengurangi hak istimewa para kaum Brahmana saat itu, di daerah Tumapel (sekarang Malang) muncul kekuatan baru di bawah pimpinan Ken Arok. Perlahan-lahan, terjadi arus pelarian para Brahmana dari wilayah Kediri menuju Tumampel. Kertajaya menyikapi arus pelarian ini dengan mengerahkan tentara Kerajaan Kediri untuk menyerbu Tumapel.
Perang antara pasukan Kertajaya dan Ken Arok terjadi di Ganter (1222). Pasukan Ken Arok berhasil menghancurkan kekuasaan pasukan Kertajaya dan dengan sendirinya mengakhiri kekuasaan Kerajaan Kediri.
* Kerajaan Singasari
Sumber sejarah tentang Kerajaan Singasari di Jawa Timur adalah kitab-kitab kuno, seperti Pararaton (Kitab Raja-Raja) dan Negarakertagama. Kedua kitab itu berisis sejarah raja-raja. Kerajaan Singasari dan majapahit yang saling berhubungan erat. Ketika Ken Arok berkuasa di Tumapel, di Kerajaan Kediri berlangsung perselisihan antara Raja Kertajaya dengan para Brahmana. Para Brahmana tersebut melarikan diri ke Tumapel. Namun, dalam pertempuran di Ganter, ia mengalami kekalahan dan meninggal. Kemudian, Ken Arok menyatukan Kerajaan Kediri dan Tumapel, serta mendirikan Kerajaan Singasari. Ia bergelar Sri Rangga Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindrawangsa di Jawa Timur.
Dari istri yang pertamanya yang bernama Ken Umang, Ken Arok mempunyai empat orang anak, yaitu Panji Tohjaya, Panji Sudhatu, Panji Wregola, dan Dewi Rambi. Dari perkawinannya dengan Ken Dedes, Ken Arok mempunyai empat orang anak, yaitu Mahisa Wong ateleng, Panji Sabrang, Agni Bhaya, dan Dewi Rimbu. Ken Arok juga memiliki seorang anak tiri, yaitu Anusapati yang merupakan anak Tunggal Tunggul ametung dan Ken Dedes. Tunggul Ametung adalah Bupati Tumapel yang dibunuh Ken Arok.
Pada tahun1227, masa pemerintahan Ken Arok berakhir ketika ia dibunuh oleh anak tirinya Anusapati, sebagai balas dendam terhadap kematian Ayahnya. Diceritakan bahwa Ken Arok dibunuh dengan menggunakan keris Mpu Gandring yang di pakai untuk membunuh Tunggul Ametung. Kemudian Ken Arok dimakamkan di Kagenengan (sebelah selatan Singasari). Setelah Ken Arok wafat, Anusapati yang bergelar Amusanatha, naik tahta sebagai raja kedua Kerajaan Singasari. Anusapati memerintah sampai tahun 1248. Tohjaya yang mengetahui bahwa ayahnya dibunuh oleh Anusapati, merencanakan pembalasan dendam. Tohjaya membunuh Anusapati juga dengan mengunakan keris Mpu Gandring.
Setelah Wafat, jenazahanusapati diperabukan di Candi Kidal. Tohjaya kemudian mengantikan Anusapati menjadi Raja di Kerajaan singasari pada tahun 1248. Ia tidak lama memerintah karena terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang Sinelir dan Rajasa yang digerakkan oleh Ranggawuni, anak Anusapati. Ranggawuni dibantu oleh Mahisa Cempaka, anak Mahisa Wong Ateleng, saudara tiri Anusapati dari ibu yang sama.
Pemberontakan Ranggawuni berhasil menyerbu masuk ke istana dan melukai Tohjaya dengan tombak. Tohjaya berhasil dilarikan oleh para pengawalnya ke luar Istana, tetapi akhirnya meninggal di Katalang Lumbang. Dengan wafatnya Tohjoyo. Tahta kerajaan Singasari kembali kosong.
Setelah tohjaya wafat, Ranggawuni naik tahta pada tahun 1248 M dengan gelar Sri Jaya Wishnuwardhana. Mahisa Cempaka yang telah membantunya merebut tahta, memperoleh anugrah kedudukan sebagai Ratu Angabhaya, pejabat terpenting kedua di Kerajaan Singgasari dengan gelar Narasinghamurti. Pada tahun 1254. Wishnuwardhana menobatkan anaknya yang bernama Kertanegara sebagai Yuwaraja atau Kumararaja (Raja Muda). Kertanegara mendampingi ayahnya memerintah sampai tahun 1268. Ketika Wishnuwardhana meninggal di Mandaragiri, ia dimuliakan di dua tempat yang berbeda. Di Candi Jago (Jajaghu) sebagai Buddha Amoghapasha dan di Candi Weleri sebagai Siwa.
Setelah ayahnya wafat, Kertanegara sebagai raja muda langsung dinobatkan sebagai Raja Singasari. Dalam menjalankan pemerintahan, Kertanegara dibantu oleh tiga orang pejabat bawahan, yaitu Rakryan i Hino, Rakryan i Sirikan dan Rakryan i Halu. Dibawah ketiga Mahamantri, masih terdapat pula tiga orang pejabat bawahan, yaitu Rakryan Apatih, Rakryan Demung, dan Rakryan Kanuruhan. Untuk mengatur soal keagamaan, diangkat pejabat yang disebut Dharmadhyaksa ri Kasogatan.
Raja Kertanegara adalah raja yang terkenal dan terbesar dari kerajaan Singasari. Ia mempunyai semangat Ekspansionis. Kertanegara bercita-cita memperluas Kerajaan Singasari hingga keluar Pulau Jawa yang disebut dengan istilah Cakrawala Mandala. Pada tahun 1275, ia mengirim pasukan ke Sumatra untuk menguasai Kerajaan Melayu yang disebut sebagai ekspedisi Pamalayu. Dalam ekspedisi tersebut, Kerajaan Melayu berhasil di taklukan tahun1260. Peristiwa ini diabadikan pada alas patung Amoghapasha di Padangroco (Sungai Langsat) yang berangka tahun 1286.
Raja Melayu saat itu, Tribhuwana atau Raja Mulawarmandewa, beserta rayatnya menyambut hadiah itu dengan suka cita. Hal ini menunjukkan bahwa Kerajaan Melayu secara resmi berada dibawah kekuasaan Raja Kertanegara. Kertanegara juga membawa putrid Melayu kembali ke Singasari untuk dinikahkan dengan salah seorang bangsawan Singasari. Tujuh pengiriman arca dan penaklukan Kejaan Melayu adalah untuk menghadang rencana perluasan kekuasaan Kaisar Kubilai Khan dari Cina.
Diceritakan bahwa sudah beberapa kali utusan dari Cina dating ke Kerajaan Melayu menurut pengakuan untuk tunduk kepada Cina. Raja Kertanegara menolak mengirim upeti atau utusan sebagai pernyataan tunduk kepada Cina. Raja Kertanegara menolak mengirim upeti atau utusan sebagai pernyataan tunduk.
Pada tahun 1289, utusan Cina bernama Meng K’i dikirim pulang ke Cina sehingga Kaisar Kubilai Khan marah dan mengirim pasukan untuk menyerang Kerajaan Singasari. Sebagian besar pasukan Kerajaan Singasari sedang dikirim ke Sumatra untuk menghadapi serangan pasukan Cina. Sementara itu, Raja Jayakatwang di Kerajaan Kediri yang menjadi bawahan Kerajaan Singasari melihat kesempatan yang baik untuk merebut kekuasaan. Pada tahun 1292, Raja Jayakatwang dengan pasukan Kerajaan Kediri menyerang Ibu kota Kerajaan Singasari.
Menurut cerita, pada saat serangan musuh dating, Raja Kertanegara beserta para pejabat dan pendeta sedang melakukan upacara Tantrayana sehingga dapat dengan mudah mereka semua dibunuh oleh musuh. Kerajaan Singasari akhirnya berhasil direbut oleh Jayakatwang, Raja Kediri.
* Kerajaan Bali
Informasi tentang raja-raja yang pernah memerintah di Kerajaan Bali diperileh terutama dari prasasti Sanur yang berasal dari 835 Saka atau 913. Prasasti Sanur dibuat oleh Raja Sri Kesariwarmadewa. Sri Kesariwarmadewa adalah raja pertama di Bali dari Dinasti Warmadewa. Setelah berhasil mengalahkan suku-suku pedalaman Bali, ia memerintah Kerajaan Bali yang berpusat di Singhamandawa. Pengganti Sri Keariwarmadewa adalah Ugrasena. Selama masa pemerintahannya, Ugrasena membuat beberapa kebijakan, yaitu pembebasan beberapa desa dari pajak sekitar tahun 837 Saka atau 915. Desa-desa tersebut kemudian dijadikan sumber penghasilan kayu kerajaan dibawah pengawasan hulu kayu (kepala kehutanan). Pada sekitar tahun 855 Saka atau 933, dibangun juga tempat-tempat suci dan pesanggrahan bagi peziarah dan perantau yang kemalaman.
Pengganti Ugrasena adalah Tabanendra Warmadewa yang memerintah bersama permaisurinya, ia berhasil membagun pemandian suci Tirta Empul di Manukraya atau Manukaya, dekat Tampak Siring. Pengganti Tabanendra Warmadewa adalah raja Jayasingha Warmadewa. Kemudian Jayasadhu Earmadewa. Masa pemerintahan kedua raja ini tidak diketahu secara pasti. Pemerintahan kerajaan Bali selanjutnya dipimpin oleh seorang ratu. Ratu ini bergelar Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi. Ia memerintah pada tahun 905 Saka atau 938. Beberapa ahli memperkirakan ratu ini adalah putrid Mpu Sindok dari kerajaan Mataram Kuno.
Pengganti ratu ini adalah Dharma Udayana Warmadewa. Pada masa pemerintahan Udayana, hubungan Kerajaan Bali dan Mataram Kuno berjalan sangat baik. Hal ini disebabkan oleh adanya pernikahan antara Udayana dengan Gunapriya Dharmapatni, cicit Mpu Sendok yang kemudian dikenal sebagai Mahendradata. Pada masa itu banyak dihasilkan prasasti-prasasti yang menggunakan huruf Nagari dan Kawi serta bahasa Bali Kuno dan Sangsekerta.
Setelah Udayana wafat, Marakatapangkaja naik tahta sebagai raja Kerajaan Bali. Putra kedua Udayana ini menjadi raja Bali berikutnya karena putra mahkota Airlangga menjadi raja Medang Kemulan. Airlangga menikah dengan putrid Darmawngasa dari kerajaan Medang Kemulan. Dari prasasti-prasasti yang ditemukan terlihat bahwa Marakatapangkaja sangat menaruh perhatian pada kesejahteraan rakyatnya. Wilayah kekuasaannya meliputi daerah yang luas termasak Gianjar, Buleleng. Tampaksiring dan Bwahan (Danau Batur). Ia juga mengusahakn pembangunan candi di Gunung Kawi.
Pengganti raja Marakatapangkaja adalah adiknya sendiri yang bernama Anak Wungsu. Ia mengeluarkan 28 buah prasasti yang menunjukkan kegiatan pemerintahannya. Anak Wungsu adalah raja dari Wangsa Warmadewa terakhir yang berkuasa di kerajaan Bali karena ia tidak mempunyai keturunan. Ia meninggal pada tahun 1080 dan dimakamkan di Gunung Kawi (Tampak Siring).
Setelah anak Wungsu, kerajaan Bali dipimpin oleh Sri Sakalendukirana. Raja ini digantikan Sri Suradhipa yang memerintah dari tahun1037 Saka hingga 1041 Saka. Raja Suradhipa kemudian digantikanJayasakti. Setelah Raja Jayasakti, yang memerintah adalah Ragajaya selitar tahun 1155. Ia digantikan oleh Raja Jayapangus (1177-1181). Raja terakhir Bali adalah Paduka Batara Sri Artasura yang bergelar Ratna Bumi banten (Manikan Pulau Bali). Raja ini berusaha mempertahahankan kemerdekaan Bali dari seranggan Majapahit yang di pimpin oleh Gajah Mada. Sayangnya upaya ini mengalami kegagalan. Pada tahun 1265 Saka tau 1343, Bali dikuasai Majapahit. Pusat kekuasaan mula-mula di Samprang, kemudian dipindah ke Gelgel dan Klungkung.
* Kerajaan Pajajaran
Pusat Kerajaan Pajajaran awalnya terletak di daerah Galuh, jawa Barat. Raja pertama Kerajaan Pajajaran bernama Sena. Namun, tahta Kerajaan Pajajaran kemudian direbut oleh saudara Raja Sena yang bernama Purbasora. Raja Sena dan keluarganya terpaksa meninggalkan keratin. Tidak lama kemudian, Raja Sena berhasil merebut kembali tahta Kerajaan Pajajaran.
Raja Pajajaran selanjutnya adalah Jayabhupati. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Pajajaran mengembangkan ajaran Hindu Waisnawa. Setelah Jayabhupati, Kerajaan diperintah oleh Rahyang Niskala Wastu Kencana. Pada masa pemerintahannya, pusat kerajaan dipindahkan ke Kawali. Raha Wastu kemudian digantikan oleh Hayam Wuruk. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1357 dan disebut dalam kitab Pararaton sebagai Perang Bubat.
Ketika perang Bubat terjadi, Sri Baduga Maharaja bersama seluruh pengiringnya tewas. Kerajaan Pajajaran diambil alih oleh Hyang Bunisora (1357-1371), pengasuh putra mahkota Wastu Kencana yang masih kecil. Hyang Bunisora berkuasa selama 14 tahun. Pada Prasasti Batu Tulis, raja ini disebut juga Prabu Guru Dewataprani.
Kerajaan Pajajaran selanjutnya diperintah secara berurutan oleh Wastu Kencana. Tohaan, lalu Sang Ratu Jayadewata. Pada masa pemerintahan Sang Ratu Jayadewata, diperkirakan bahwa di Kerajaan Pajajaran telah terdapat penduduk yang beragama islam. Hal ini tergambar dari tulisan seorang ahli sejarah Portugis yang bernama Tome Pires (1513) yang mengatakan bahwa di wilayah timur kerajaan ini terdapat banyak penganut Islam. Tampaknya pengaruh Islam belum masuk ke pusat kerajaan. Namun, pengaruh Islam dari Kerajaan Demak di Jawa Tegah mulai mengancam Kerajaan Pajajaran.
Oleh karena itu Jayadewata bermaksud meminta bantuan Portugis di Malaka untuk menghadapi kerajaan Demak. Usaha itu terlambat karena pada tahun1527, pasukan yang dipimpin oleh Falatehan dari Demak berhasil menguasai pelabuhan Sunda Kelapa, pelabuhan terbesar Kerajaan Pajajaran. Ketika itu, yang berkuasa di Pajajaran adalah Ratu Samiam, putra Jayadewata.
Setelah pelabuhan Sunda Kelapa direbut oleh Kerajaan Demak, Kerajaan Pajajaran harus menghadapi serangan Kerajaan Banten dari arah barat. Pengganti Samiam, yaitu Prabu Ratu Dewata, berusaha mempertahankan ibu kota Pajajaran dari pasukan Maulana Hasanuddin dan putranya, Maulana Yusuf. Pada tahun1579, Kerajaan Pajajaran akhirnya runtuh setelah Kerajaan Banten yang bercorak Islam berhasil menguasai Ibu kota kerajaan. Orang-orang Hindu Pajajaran yang tidak mau tunduk pada penguasa Islam akhirnya melarikan diri kedaerah pedalaman dan kemudian hidup sebagai suku Badui.
* kerajaan Majapahit
Kerajaan bercorak Hindu yang terakhir dan terbesar di pulau Jawa adalah Majapahit. Nama kerajaan ini berasal dari buah maja yang pahit rasanya. Ketika orang-orang Madura bernama Raden Wijaya membuka hutan di Desa Tarik, mereka menenukan sebuah pohon maja yang berubah pahit. Padahal rasa buah itu biasanya manis. Oleh karena itu mereka menamakna permukiman mereka itu sebagai Majapahit. Daerah ini merupakan daerah yang diberikan Raja Jayakateang dari Kerajaan Kediri kepada Raden Wijaya. Raja Wijaya adalah menantu Raja Kertanegara dari kerajaan Singasari. Pada saat Kerajaan Singasari diserbu dan dikalahkan oleh Jayakatwang, Raden Wijaya berhasil melarikan diri. Ia mencari perlindungan kepada Bupati Madura yang bernama Arya Wiraraja. Dengan bantuan orang-orang Madura, ia membangun pemuliman di Desa Tarik yang kemudian diberi nama Majapahit tersebut.
Pada tahun 1292, armada Cina yang terdiri dari 1.000 buah kapal dengan 20.000 orang prajurit tiba di Tuban, Jawa Timur. Tujuan mereka adalah menghukum Raja Kertanegara yang menyatakan tidak mau tunduk kepada Kaisar Kubilai Khan dari Cina. Mereka tidak mengetahui bahwa Raja Kertanegara dari Singasari itu telah meninggal dikalahkan oleh Raja Jayakatwang dari Kediri.
Melihat peluang ini, Raden Wijaya mengambil kesempatan untuk merebut kembali Kerajaan Singasari. Ia menggabungkan diri dengan pasukan cina dan menyerang Raja Jayakatwang di Kediri. Kerajaan Kediri tidak mampu menghadapi serangan itu. Raja Jayakatwang berhasil dikalahkan. Kemenangan itu membuat pasukan Cina bergembira dan berpesta pora. Mereka tidak menyaka kalau kesempatan itu dipakai oleh Raden Wijaya untuk balik menyerang mereka. Pasukan Raden Wijaya berhasil mengusir armada Cina kembali ketanah airnya. Sejak saat itu Kerajaan Majapahit dianggap sudah berdiri.
Raden Wijaya naik tahta sebagai Raja Majapahit pada tahun 1293 dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana. Pada tahun 1295., berturut-turut pecah pembrontakan yang dipimpin oleh Rangga lawe dan disusul oleh Saro serta Nambi. Pembrontakan-pembrontakan itu bisa dipadamkan. Raden Wijaya wafat pada tahun 1309 dan mendapat penghormatan di dua tempat, yaitu Candi Simping (Sumberjati) dan Candi Artahpura.
Setelah Raden Wijaya wafat, putera permaisuri Tribuwaneswari yang bernama Jayanegara menggantikannya sebagai Raja Majapahit. Pada awal pemerintahannya Jayanegara harus menghadapi sisa pemberontakan yang meletus dimasa ayahnya masih hidup. Selain pembrontakan Kuti dan Sumi, Raja Jayanegara diselamatkan oleh pasukan pengawal (Bhayangkari) yang dipimpin oleh Gajah Mada ia kemudian diungsikan ke Desa Bedager.
Raja Jayanegara wafat tahun1328 karena dibunuh oleh salah seorang anggota dharmaoutra yang bernama Tanca. Oleh karena ia tidak mempunyai putra ia kemudian digantikan oleh adik perempuannya Bhre Kahuripan yang bergelar Tribuanatunggadewi Jayawishnuwardhani. Suaminya bernama Cakradhara yang berkuasa di Singasari dengan gelar Kertawerdhana.
Dari kitab Negarakertagama, digambarkan adanya beberapa pemberontakan di masa pemerintahan Ratu Tribuanatunggadewi. Pembrontakan yang paling berbahaya adalah pemberontakan di Sadeng dan Keta pada tahun 1331. Namun pemberontakan itu pemberontakan itu dapat dipadamkan oleh Gajah Mada. Setelah itu Gajah Mada bersumpah di hadapan Raja dan para pembesar kerajaan bahwa ia tidak akan amukti palapa (memakan buah palapa), sebelum ia dapat menundukan Nusantara.
Pada tahun 1334, lahirlah putra mahkota Kerajaan Majapahit yang diberi nama Hayam Wuruk. Pada tahun 1350, Ratu Tribuanatunggadewi mengundurkan diri setelah berkuasa 22 tahun. Ia wafat pada tahun 1372. Pada tahun 1350, Hayam Muruk dinobatkan sebagai raja Majapahit dan bergelar Sri Rajasanagara. Gajah Mada diangkat sebagai Patih Hamangkubumi. Dibawah pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah Mada, Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Kerajaan Majapahit menguasai wilayah yang sangat luas. Hampir seluruh wilayah Nusantara tunduk pada Majapahit.
Gajah Mada meninggal tahun 1364. Meninggalnya Gajah Mada menjadi titik tolak kemunduran Majapahit. Setelah Gajah Mada tidak ada negarawan yang kuat dan bijaksana. Keadaan semakin memburuk setelah Hayam Wuruk juga meninggal pada tahun 1389. Hayam Wuruk tidak memiliki putra mahkota. Tahta kerajaan Majapahit diberikan pada menantunya yang bernama Wikramawardhana (suami dari putri mahkota Kusumawardhani). Hayam Wuruk sebenarnya memiliki putra yang bernama Bhre Wirabhumi. Namun, dia bukan anak dari permaisuri sehingga tidak berhak mewarisi tahta Kerajaan Majapahit.
Meskipun demikian, Wirabhumi tetap diberi kekuasaan di wilayah kekuasaan di wilayah Kerajaan sebelah Timur, yaitu Blambangan. Dengan cara tersebut, kemungkinan perpecahan antara Bhre Wirabhumi dan Wikramawardhana berhasil diredam. Masalah kembali timbul ketika tahta Kerajaan Majapahit kembali kosong setelah Kusumawardhani meninggal dunia pada tahun 1400. Wikramawardhana berniat untuk menjadi pendeta dan menunjuk putrinya, Suhita, menjadi ratu Kerajaan Majapahit.
Pada tahun 1401, pecah perang antara keluarga Wikramawardhana dan Wirabhumi yang dikenal sebagai Perang Paregreg. Perang Paregreg baru berakhir pada tahun 1406 dengan terbunuhnya Bhre Wirabhumi. Parang saudara ini semakin melemahkan Kerajaan Majapahit. Satu demi satu daerah kekuasaannya melepaskan diri. Tidak ada lagi raja yang kuat dan mampu memerintah kerajaan yang demikian luas. Menurut catatan. Kerajaan Majapahit runtuh sekitar tahun 1500-an yang didasarkan pada tahun bersimbol Sirna Ilang Kertaning Bhumi.

Kerajaan Singasari

Kerajaan Singasari


Kerajaan Singasari adalah sebuah kerajaan Hindu Buddha di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222 M. Lokasi kerajaan ini sekarang diperkirakan di daerah Singosari, Malang. Kerajaan Singasari hanya sempat bertahan 70 tahun sebelum mengalami keruntuhan. Kerajaan ini beribu kota di Tumapel yang terletak di kawasan bernama Kutaraja. Pada awalnya, Tumapel hanyalah sebuah wilayah kabupaten yang berada dibawah kekuasaan Kerajaan Kadiri dengan bupati bernama Tunggul Ametung. Tunggul Ametung dibunuh oleh Ken Arok yang merupakan pengawalnya.

Keberadaan Kerajaan Singosari dibuktikan melalui candi-candi yang banyak ditemukan di Jawa Timur yaitu daerah Singosari sampai Malang, juga melalui kitab sastra peninggalan zaman Majapahit yang berjudul Negarakertagama karangan Mpu Prapanca yang menjelaskan tentang raja-raja yang memerintah di Singosari serta kitab Pararaton yang juga menceritakan riwayat Ken Arok yang penuh keajaiban. Kitab Pararaton isinya sebagian besar adalah mitos atau dongeng tetapi dari kitab Pararatonlah asal usul Ken Arok menjadi raja dapat diketahui. Sebelum menjadi raja, Ken Arok berkedudukan sebagai Akuwu (Bupati) di Tumapel menggantikan Tunggul Ametung yang dibunuhnya, karena tertarik pada Ken Dedes istri Tunggul Ametung. Selanjutnya ia berkeinginan melepaskan Tumapel dari kekuasaan kerajaan Kadiri yang diperintah oleh Kertajaya. Keinginannya terpenuhi setelah kaum Brahmana Kadiri meminta perlindungannya. Dengan alasan tersebut, maka tahun 1222 M /1144 C Ken Arok menyerang Kediri, sehingga Kertajaya mengalami kekalahan pada pertempuran di desa Ganter. Ken Arok yang mengangkat dirinya sebagai raja Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi.


A. SISTEM PEMERINTAHAN KERAJAAN SINGASARI
Ada dua versi yang menyebutkan silsilah kerajaan Singasari alias Tumapel ini. Versi pertama adalah versi Pararaton yang informasinya didapat dari Prasasti Kudadu. Pararaton menyebutkan Ken Arok adalah pendiri Kerajaan Singasari yang digantikan oleh Anusapati (1247–1249 M). Anusapati diganti oleh Tohjaya (1249–1250 M), yang diteruskan oleh Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250–1272 M). Terakhir adalah Kertanegara yang memerintah sejak 1272 hingga 1292 M. Sementara pada versi Negarakretagama, raja pertama Kerajaan Singasari adalah Rangga Rajasa Sang Girinathapura (1222–1227 M). Selanjutnya adalah Anusapati, yang dilanjutkan Wisnuwardhana (1248–1254 M). Terakhir adalah Kertanagara (1254–1292 M). Data ini didapat dari prasasti Mula Malurung.

1. Ken Arok (1222–1227 M)
Pendiri Kerajaan Singasari adalah Ken Arok yang sekaligus juga menjadi Raja Singasari yang pertama dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja pertama Singasari menandai munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindra (Girindrawangsa). Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (1222–1227 M). Pada tahun 1227 M, Ken Arok dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati (anak tiri Ken Arok). Ken Arok dimakamkan di Kegenengan dalam bangunan Siwa–Buddha.

2. Anusapati (1227–1248 M)
Dengan meninggalnya Ken Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh ke tangan Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak melakukan pembaharuan-pembaharuan karena larut dengan kesenangannya menyabung ayam. Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai juga ke Tohjoyo (putra Ken Arok dengan Ken Umang). Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati gemar menyabung ayam sehingga diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa (tempat kediamanan Tohjoyo) untuk mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat Anusapati asyik menyaksikan aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjoyo menyabut keris buatan Empu Gandring yang dibawanya dan langsung menusuk Anusapati. Dengan demikian, meninggallah Anusapati yang didharmakan di Candi Kidal.

candi kidal
Gambar: Candi Kidal


3. Tohjoyo (1248 M)
Dengan meninggalnya Anusapati maka tahta Kerajaan Singasari dipegang oleh Tohjoyo. Namun, Tohjoyo memerintah Kerajaan Singasari tidak lama sebab anak Anusapati yang bernama Ranggawuni berusaha membalas kematian ayahnya. Dengan bantuan Mahesa Cempaka dan para pengikutnya, Ranggawuni berhasil menggulingkan Tohjoyo dan kemudian menduduki singgasana.

4. Ranggawuni (1248–1268 M)
Ranggawuni naik takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248 M dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardana oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang diberi kedudukan sebagai ratu angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Ppemerintahan Ranggawuni membawa ketenteraman dan kesejahteran rakyat Singasari. Pada tahun 1254 M Wisnuwardana mengangkat putranya yang bernama Kertanegara sebagai yuwaraja (raja muda) dengan maksud mempersiapkannya menjadi raja besar di Kerajaan Singasari. Pada tahun 1268 Wisnuwardanameninggal dunia dan didharmakan di Jajaghu atau Candi Jago sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai Siwa.

candi jago
Gambar: Candi Jago


5. Kertanegara (1268-1292 M)
Kertanegara adalah Raja Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-cita untuk menyatukan seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga orang mahamentri, yaitu mahamentri i hino, mahamentri i halu, dan mahamenteri i sirikan. Untuk dapat mewujudkan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti pejabat-pejabat yang kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata digantikan oleh Patih Aragani. Banyak Wide dijadikan Bupati di Sumenep (Madura) dengan gelar Aria Wiaraja. Setelah Jawa dapat diselesaikan, kemudian perhatian ditujukan ke daerah lain. Kertanegara mengirimkan utusan ke Melayu yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu 1275 yang berhasil menguasai Kerajaan Melayu. Hal ini ditandai dengan pengirimkan Arca Amoghapasa ke Dharmasraya atas perintah Raja Kertanegara.

arca amoghapasa
Gambar: Arca Amoghapasa


Selain menguasai Melayu, Singasari juga menaklukan Pahang, Sunda, Bali, Bakulapura (Kalimantan Barat), dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin hubungan persahabatan dengan raja Champa,dengan tujuan untuk menahan perluasaan kekuasaan Kubilai Khan dari Dinasti Mongol. Kubilai Khan menuntut raja-raja di daerah selatan termasuk Indonesia mengakuinya sebagai yang dipertuan. Kertanegara menolak dengan melukai muka utusannya yang bernama Mengki. Tindakan Kertanegara ini membuat Kubilai Khan marah besar dan bermaksud menghukumnya dengan mengirimkan pasukannya ke Jawa. Mengetahui sebagian besar pasukan Singasari dikirim untuk menghadapi serangan Mongol maka Jayakatwang (Kediri) menggunakan kesempatan untuk menyerangnya. Serangan dilancarakan dari dua arah, yakni dari arah utara merupakan pasukan pancingan dan dari arah selatan merupakan pasukan inti.

Pasukan Kediri dari arah selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan berhasil masuk istana dan menemukan Kertanagera berpesta pora dengan para pembesar istana. Kertanaga beserta pembesar-pembesar istana tewas dalam serangan tersebut. Ardharaja berbalik memihak kepada ayahnya (Jayakatwang), sedangkan Raden Wijaya berhasil menyelamatkan diri dan menuju Madura dengan maksud minta perlindungan dan bantuan kepada Aria Wiraraja. Atas bantuan Aria Wiraraja, Raden Wijaya mendapat pengampunan dan mengabdi kepada Jayakatwang. Raden Wijaya diberi sebidang tanah yang bernama Tanah Tarik oleh Jayakatwang untuk ditempati. Dengan gugurnya Kertanegara maka Kerajaan Singasari dikuasai oleh Jayakatwang. Ini berarti berakhirnya kekuasan Kerajaan Singasari. Sesuai dengan agama yang dianutnya, Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa––Buddha (Bairawa) di Candi Singasari. Arca perwujudannya dikenal dengan nama Joko Dolog yang sekarang berada di Taman Simpang, Surabaya.

candi singasari
Gambar: Candi Singasari



B. KEHIDUPAN DI KERAJAAN SINGASARI
Dari segi sosial, kehidupan masyarakat Singasari mengalami masa naik turun. Ketika Ken Arok menjadi Akuwu di Tumapel, dia berusaha meningkatkan kehidupan masyarakatnya. Banyak daerah-daerah yang bergabung dengan Tumapel. Namun pada pemerintahan Anusapati, kehidupan sosial masyarakat kurang mendapat perhatian karena ia larut dalam kegemarannya menyabung ayam. Pada masa Wisnuwardhana kehidupan sosial masyarakatnya mulai diatur rapi. Dan pada masa Kertanegara, ia meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya. Upaya yang ditempuh Raja Kertanegara dapat dilihat dari pelaksanaan politik dalam negeri dan luar negeri.

Politik Dalam Negeri:
  1. Mengadakan pergeseran pembantu-pembantunya seperti Mahapatih Raganata digantikan oleh Aragani, dll.
  2. Berbuat baik terhadap lawan-lawan politiknya seperti mengangkat putra Jayakatwang (Raja Kediri) yang bernama Ardharaja menjadi menantunya.
  3. Memperkuat angkatan perang.

Politik Luar Negeri:
  1. Melaksanakan Ekspedisi Pamalayu untuk menguasai Kerajaan melayu serta melemahkan posisi Kerajaan Sriwijaya di Selat Malaka.
  2. Menguasai Bali.
  3. Menguasai Jawa Barat.
  4. Menguasai Malaka dan Kalimantan.

Berdasarkan segi budaya, ditemukan candi-candi dan patung-patung diantaranya candi Kidal, candi Jago, dan candi Singasari. Sedangkan patung-patung yang ditemukan adalah patung Ken Dedes sebagai Dewa Prajnaparamita lambing kesempurnaan ilmu, patung Kertanegara dalam wujud patung Joko Dolog, dan patung Amoghapasa juga merupakan perwujudan Kertanegara (kedua patung kertanegara baik patung Joko Dolog maupun Amoghapasa menyatakan bahwa Kertanegara menganut agama Buddha beraliran Tantrayana).


C. RUNTUHNYA KERAJAAN SINGASARI
Sebagai sebuah kerajaan, perjalanan kerajaan Singasari bisa dikatakan berlangsung singkat. Hal ini terkait dengan adanya sengketa yang terjadi dilingkup istana kerajaan yang kental dengan nuansa perebutan kekuasaan. Pada saat itu Kerajaan Singasari sibuk mengirimkan angkatan perangnya ke luar Jawa. Akhirnya Kerajaan Singasari mengalami keropos di bagian dalam. Pada tahun 1292 terjadi pemberontakan Jayakatwang bupati Gelang-Gelang, yang merupakan sepupu, sekaligus ipar, sekaligus besan dari Kertanegara sendiri. Dalam serangan itu Kertanegara mati terbunuh. Setelah runtuhnya Singasari, Jayakatwang menjadi raja dan membangun ibu kota baru di Kediri. Riwayat Kerajaan Tumapel-Singasari pun berakhir.



D. HUBUNGAN KERAJAAN SINGASARI DENGAN MAJAPAHIT
Pararaton, Nagarakretagama dan prasasti Kudadu mengisahkan Raden Wijaya, cucu Narasingamurti yang menjadi menantu Kertanegara lolos dari maut. Berkat bantuan Aria Wiararaja (penentang politik Kertanagara), ia kemudian diampuni oleh Jayakatwang dan diberi hak mendirikan desa Majapahit. Pada tahun 1293 datang pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese untuk menaklukkan Jawa. Mereka dimanfaatkan Raden Wijaya untuk mengalahkan Jayakatwang di Kadiri. Setelah Kadiri runtuh, Raden Wijaya dengan siasat cerdik ganti mengusir tentara Mongol keluar dari tanah Jawa. Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit sebagai kelanjutan Singasari, dan menyatakan dirinya sebagai anggota Wangsa Rajasa, yaitu dinasti yang didirikan oleh Ken Arok.

Kerajaan Pajajaran

Kerajaan Pajajaran
Pendahuluan
Pajajaran adalah nama kerajaan yang lokasinya di pulau Jawa bagian barat, disebut Jawa Kulwan atau Jawa Kulon. Ada juga yang menyebut puseur atau galeuh (pusat) tatar Sunda. Keadaan alamnya digambarkan bagai surga di bumi, karena sangat subur dan indah. Maka tidak heran jika banyak yang menghendaki memilikinya.
Mengenai Pajajaran, banyak yang menulis, sehingga sulit untuk membuat ringkasan secara tegas, karena adanya data-data yang kadang-kadang bertentangan, terutama kaitannya dengan Islam, dan asing. Dari data-data terdahulu dapat diketahui, bahwa Jawa Barat itu merupakan wilayah yang sangat menarik. Raja-raja besar berusaha untuk menaklukkan wilayah ini. Tetapi tidak satu pun yang berhasil, karena oleh pribumi dipertahankan mati-matian. Tak ada yang mampu meruntuhkan kerajaan di Jawa Barat.
Gajah Mada telah mencoba dengan cara tipu muslihat yang sangat licik dan kejam, yang dikenal dengan sebutan Pasundabubat, ialah perang di Bubat. Tapi hasilnya ialah keruntuhan dirinya dan kemunduran Majapahit. Bagi Sunda malah punya nama yang sangat harum  karena semua orang Sunda memilih gugur di medan perang dari pada menyerah kalah. Termasuk putri Sunda, ialah Diyah Pitaloka atau Citraresmi, memilih bunuh diri, demi kesucian bangsanya. Peristiwa ini terjadi tahun 1279 Caka (1363 M); tepatnya pada hari Selasa Wage/Pahing, tanggal 13 suklapaksa, Badramasa 1279 Caka (01 Agustus 1363 Masehi, 19 Sawal 0764 Hijrah)
Keharuman Sunda ini terbukti dari data sejarah dari  orang Portugis yang datang ke wilayah Nusantara tahun 1400an Caka (1500an Masehi), jadi sekitar 140 tahun setelah peristiwa Bubat. Kerajaan-kerajaan di Nusantara menamakan dirinya Sunda kepada orang Portugis yang masih buta mengenai Nusantara. Maka orang Portugis itu menyimpulkan, bahwa Nusantara itu ialah Sunda. Karena di bagian barat pulau-pulaunya besar disebut Soenda Mayor, sedangkan di bagian timur pulau-pulaunya kecil, maka disebut Soenda Minor.
Catatan Portugis ini oleh orang Belanda juga dipakai dengan sebutan “Soenda eilanden”, yang terdiri dari “Grote Soenda eilanden” dan “Kleine Soenda eilanden”, artinya Kepulauan Sunda itu terdiri dari Kepulauan Sunda Besar dan kepulauan Sunda Kecil. Yang dimaksud dengan Kepulauan Sunda Besar ialah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa. Sedangkan sisanya disebut Kepulauan Sunda Kecil.
Islam memusuhi Pajajaran, karena Pajajaran tidak sudi dijajah oleh siapapun. Islam yang dijadikan alat oleh Cina digunakan untuk merebut Nusantara. Di antaranya bermaksud meruntuhkan Pajajaran. Mula-mula Cirebon melepaskan diri dari Pajajaran karena didukung oleh kekuatan Demak. Lalu jalur perekonomian diblokir, karena lintasan laut utara telah berada dalam kekuasaan Islam dan Cina.
Raja Pajajaran waktu itu mempunyai banyak anak, ia mempunyai putra mahkota anak dari permaisuri. Istri lainnya raja Pajajaran mempunyai 3 orang anak, yaitu pertama Raden Banyakcatra, Raden Kamandaka yang menjadi bupati di Pasirluhur. Kedua Raden Banyakngampar menjadi bupati Dayeuhluhur, ketiga Nay Retna Ayu Mrana yang dikawinkan dengan Raden Baribin/Panditaputra yang patuh pada Siwa-Buddha.
Sejarah Kerajaan Pajajaran
Kala
1404 – 1443 Caka (1484 – 1521 Masehi) :  39 tahun.
Penobatan di
Pakwan Pajajaran ke 1Senin Pahing/Kaliwon, 12 suklapaksa, Caitra (6), 1404 Caka (15-06-1484 M).
Nama asal
Ratu Jayadewata, Dewata Prana, Dewawisesa
Nama nobat
Sri Baduga Maharaja Prabu Guru Dewata Prana, Sri Baduga Maharaja Ratu­ Déwata
Nama Pantun
Prabu Siliwangi.
Permesuri
Kentring Manik Mayang Sunda, Déwi Mayang Sunda, putri Susuktunggal.Kakak sang permesuri bernama Amuk Murugul, ratu Japura di sebelah timur Cirebon.
Anak
1 Prabhu Surawisesa, Guru Gantangan, Mundinglaya Dikusuma.2 Sang Sura­sowan, menjadi bupati Banten Pasisir3 Déwi Surawati, bersuami Adhi­pati Surakreta, Sunda Kalapa
Istri
Ambet Kasih, putri Majalengka
Anak

Istri

Anak
1 Dipati Surang­gana, Kyai Bagus Molana, menjadi ratu wilayah Wahan­ten Girang. Kyai  kemu­dian memeluk aga­ma Islam bersama rakyat anak buahnya2 Tumenggung Jayamanggala, menjadi adi­pati Pakwan. Dipati Krandha, yaitu bupati Sunda Kelapa, atau disebut juga dipati Kalapa Pasisir
Peristiwa
Prabu Sunda dan Galuhberada dalam kerajaan Pajajaran.Ibukotanya Pakwan / PakuanSinggasana : Sriman Sriwacana  Nama Istana di Sunda: Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati, disingkat Sri Bima.
Yang di Galuh (Kawali) bernama Surawisesa.
Catatan
Sang Mantri Brataningrat namanya sebagai menteri istana di Pakwan Pajajaran, juga sebagai penghubung negara. Pada tahun 1434 Caka ( 1513 Masehi). Raja Sunda Sri Baduga Maharaja Sang Ratu Jayadéwata, memerintahkan dutanya pergi ke Mala­ka, dengan tujuan, ialah berkehendak me­ngadakan perjanjian persaha­batan dengan penguasa orang Portugis. Perutusan raja Sunda itu dipimpin oleh raja mu­da Sunda, yaitu, Sang Ratu Sanghyang Surawisesa, yang pada waktu itu men­jadi ratu wilayah Kalapa Pasisir.Dalam tahun 1443 C (1521 M) mengutus putra mahkota, Ratu Sanghyang ialah Prabu Surawisesa menjadi duta kerajaan Pajajaran, untuk mengadakan ikatan persahabatan dengan orang Petege (Por-tugis) di Malaka dibawah pimpinan Laksamana Buker (Albuquerque), dalam bidang perdagangan dan pertahanan.Dengan melemahnya perekonomian Pajajaran, maka berangsur-angsur Pajajaran menjadi lemah. Dalam tahun 1501 Caka (1578 Masehi) Pajajaran berahir.
Catatan
Naskah : Sanghyang Siksa Kandang Karesian. Selesai ditulis bulan ke 3 (Posya) tahun 1440 Caka (Februari 1519 Masehi).
Mangkat
1443 Caka (1522 Masehi), Sang Sri Baduga mangkat dan dimakamkan di: Rancamaya


Kala

Kerajaan
Galuh
Nama
Prabhu Ningratwangi
Istri

Anak
1 Prabhu Jayaningrat na­manya, baginda menjadi ratu wilayah Galuh selama 27 tahun, ialah dari tahun 1423 Caka (1501/2 Masehi) hingga tahun 1450 Caka ( 1528 Masehi). Baginda mangkat pada waktu berperang dengan kesatuan bersenjata Pakungwati Cirebon. Semenjak itu kerajaan Galuh ada di bawah kerajaan Cirebon.2 Sang Mantri Brataningrat namanya. Beliau menjadi menteri “dalem” di Pakwan Pajajaran, juga sebagai penghubung negara.


Kala

Kerajaan
Pajajaran
Nama
Sang Mantri Brataningrat
Jabatan
Menteri istana di Pakwan Pajajaran, juga sebagai penghubung negara.


Kala
1423 – 1450 Caka (1502 – 1528 Masehi) = 27 tahun
Kerajaan
Galuh
Nama
Prabhu Ningratwangi, Prabhu Jayaningrat
Istri

Anak

Peristiwa
Sejak 1450 Caka ( 1528 Masehi)  kerajaan Galuh ada di bawah kerajaan Cirebon.
Mangkat
Ia meninggal pada waktu bertempur dengan kesatuan bersenjata Pakungwati, Cirebon dan Demak.


Kala
1434 Caka ( 1513 Masehi)
Kerajaan
Pajajaran 1
Peristiwa
Raja Sunda Sri Baduga Maharaja Sang Ratu Jayadéwata, memerintahkan dutanya pergi ke Mala­ka, dengan tujuan, ialah berkehendak me­ngadakan perjanjian persaha­batan dengan penguasa orang Portugis. Perutusan raja Sunda itu dipimpin oleh raja mu­da Sunda, yaitu, Sang Ratu Sanghyang Surawisesa, yang pada waktu itu men­jadi ratu wilayah Kalapa Pasisir.

Prabhu Linggadéwata
|
Ratna Santika x  Prabhu Ajiguna
|
Prabhu Ragamulya
|
Prabhu Maharaja Linggabhuwana -Sang Mokteng (yang mangkat di) Bubat
|
Prabhu Niskalawastu Kancana
|
Prabhu Déwaniskala
Sang Ningratkancana
|
Sri Baduga Maharaja x  Nyai Ratna Mayang Sunda (puteri Prabhu Susuktunggal)
|
Prabhu Surawisesa